Ku buka kembali halaman buku, sambil sesekali menyiratkan segaris senyum aku perhatikan ke halaman pertama. Duduk sendiri. Kadang aku seperti patung. Terpaku membaca tulisan realistis yang pernah kutulis sebelumnya. Sampai tidak ingin aku peduli pada apa saja. Aku masih membacanya. Senyap menindih luka. Aku mengigil. Dalam lelah apa nilai atas sesuatu pada orang lain.
Kupikir aku dikutuk untuk sakit hati hingga ujung waktu. Tapi hari ini, hari Senin ku merah muda. Spektrum warna yang sudah lama tidak ku jumpai. Rasa lelah hari ini bukan alasan untuk tidur lebih awal. Rasanya ingin segera menuangkan cerita di dalam cerita secepatnya.
Tentang kedatanganmu yang tak terduga. Tentang kebersamaan kita, sesungguhnya sederhana. Apapun yang kamu rasakan dibagikan kepadaku, seolah kamu membuatku merasa aku lah perempuan yang bisa diandalkan. Bahkan saling menaut rasa. Benar-benar memasuki sebuah mimpi bagai sepasang kekasih (semoga ini bukan sandiwara). Wajahku memerah. Rasanya aku mulai jatuh cinta. Tapi aku perempuan yang belakangan ini tak suka membangun mimpi. Kubiarkan semua apa adanya. Bagai waktu, bagai air. Saat juga tiba-tiba menjadi kosong. Tak apa, biar saja. Tetap apa adanya., pun bisa menjadi harapan. Juga hujan yang mulai satu-satu, kubayangakan mengantarkanmu ke arahku untuk berbagi kehangatan.
Apakah ini benar ada pertemuan? Pada Senin ini aku banyak sekali bermimpi tentang kita. Aku dan kamu.
Biarkan pena dan tinta yang tentukan
ReplyDeleteWarna dan huruf yang akan merajai lembarmu
Usah kau ragu
Lembarmu cukup jadi awal yang baru
Sebelum lalu mendahului waktu
Atau kau
Tak lagi jadi pemilik lembar yang baru
Dalam buku harianmu