Tuhan memang baik, Dia mengirimkan umatnya untuk menemaniku. Sesosok keras kepala dengan subjektivitas di tiap penilaiannya. Dan aku memberanikan diri dengan membuka pintu penuh peluh. Aku perempuan semi introvert melankolia sedang melawan rasa takut dengan sebuah ikatan. Perempuan yang tak tahan dengan bisikan semilir di kuping. Sebulan yang lalu di toko buku.
Ini tulisan pertamaku tentang Sesosok keras kepala dengan pola pemikiran yang aku suka. Awal dari keraguan yang kuyakin akan berkembang sesuai waktunya, tentu dengan kesempatan pada setiap keadaan.
Ini tulisan pertamaku tentang Sesosok keras kepala dengan rasa malas yang keterlaluan. Tuhan selalu punya banyak cara untuk melatih kesabaranku. Cara yang asik. Ku Pikir Dia mempercayaiku secara berlebihan, aku hanya perlu belajar meyakinkan diriku sendiri bahwa aku bisa.
Ini tulisan pertamaku tentang Sesosok keras kepala yang dikelilingi berbagai macam kenakalan remaja di era modernisasi ini. Aku tahu semua akan baik-baik saja selama tidak ada yang berlebihan di satu pihak. Kamu, yang sedang membaca tulisan amburadul ini tau maksutnya.
Ini tulisan pertamaku tentang Sesosok keras kepala dengan ego yang luar biasa. Kupikir, dengan mengiyakan ajakanmu aku semakin tau menjadi anak terakhir dengan ego yang mendominasi hanya terjadi dikeluargaku, tidak pada hubungan ini.
Ini memang tulisan pertamaku tentang Sesosok keras kepala yang akan berkembang biak dengan tulisan kedua ketiga dan seterusnya sesuai kamu bisa membuat otakku berorgasme.
Ini tulisan pertamaku tentang Sesosok keras kepala yang sudah berhasil membuatku jatuh cinta(lagi).
terimakasih.
Wednesday, December 28, 2011
Saturday, December 24, 2011
Tuhan, Aku Boleh Tidak Suka dengan Bapakku?
Sebenarnya aku tidak mau menulis tentang ini di diari digital. Selain malu aku juga takut dicap sebagai anak durhaka. Tapi, aku juga tidak tau harus cerita kemana. mungkin ini yang namanya kesabaran ada batasnya. Ini tulisan tentang bapakku. Yang menurut kamusku arti kata bapak adalah tembok raksasa yang menutup ruang gerak kreativitasku atau sinonim yang tepat adalah pembunuh kreativitas dalam kebebasan berpendapat. Bukan masalah larangan pulang lebih dari jam 10 malam. Tapi ini lebih ke kepercayaan yang tak kunjung ku dapat. Aku, gadis 20 tahun yang diperlakukan seperti anak kecil berumur 12 tahun.
Seharusnya bapakku itu bersyukur, punya anak gadis manis taat aturan seperti ku. Minta-minta yang berlebihan pun tak pernah kulakukan. Kalau memang didikan militer seperti ini, keras dan otoriter, brarti aku salah satu manusia yang rugi telah dilahirkan ke dunia. Dari kecil, dari sebelum aku tau bagaimana cara membaca apalagi menulis, dari sebelum kenal bangku sekolah, aku sudah sering mendengar omongan-omongan keras yang keluar dari mulut bapak. Sampe sekarang, sudah mahasiswi tingkat tengah masih sering aku mendengar kalimat yang seharusnya tak pernah ku dengar lewat telingaku ini. Hari ini malam natal, malam penuh kedamaian katanya. Tapi aku kok ngga merasakan kedamaian itu di sini di keluarga ini. Keluarga ku baik-baik saja. Cuma aku yang kurang suka dengan cara bapak berbicara. kata-kata kasar yang seharusnya tak layak dilontarkan oleh seorang bapak sering aku menjumpainya, sampai aku kebal dan apatis terhadap bapakku sendiri. Aku memang terlihat baik-baik saja di depannya. Kalau memang cara didikan dia seperti itu, seharusnya dia juga tau sudah menanam apa di diriku ini. Maaf, aku sama sekali tidak respek sama bapakku sendiri. Dan maaf, telingaku tuli dengan nasihat-nasihat standart kalian yang sebagian besar berkomentar kalau bapak ku itu benar dan ini cuma sekedar kenakalan remajaku saja. Hey, sebentar! Apa aku pernah nakal? Aku, anak gadis yang taat aturan. Bandel sedikit kupikir lumrah.
Dengan begini bagaimana bisa bapakku mendapat respon yang baik dari anaknya sendiri jika telingaku masih sering mendengar kata yang seharusnya tak penah ku dengar. Biaya sekolah, tempat tinggal geratis dan segala fasilitas yang menunjang keseharianku. Aku tak penah meminta ini semua. Bukankah ini sudah menjadi kewajiban seorang bapak,salah sendiri membuahi sel telur ibu ku dan menjadikanku seperti ini. Bapakku hanya kurang beruntung mendidik gadis manis nya seperti itu. Tuhan, apa aku boleh tidak suka dengan bapakku?
Seharusnya bapakku itu bersyukur, punya anak gadis manis taat aturan seperti ku. Minta-minta yang berlebihan pun tak pernah kulakukan. Kalau memang didikan militer seperti ini, keras dan otoriter, brarti aku salah satu manusia yang rugi telah dilahirkan ke dunia. Dari kecil, dari sebelum aku tau bagaimana cara membaca apalagi menulis, dari sebelum kenal bangku sekolah, aku sudah sering mendengar omongan-omongan keras yang keluar dari mulut bapak. Sampe sekarang, sudah mahasiswi tingkat tengah masih sering aku mendengar kalimat yang seharusnya tak pernah ku dengar lewat telingaku ini. Hari ini malam natal, malam penuh kedamaian katanya. Tapi aku kok ngga merasakan kedamaian itu di sini di keluarga ini. Keluarga ku baik-baik saja. Cuma aku yang kurang suka dengan cara bapak berbicara. kata-kata kasar yang seharusnya tak layak dilontarkan oleh seorang bapak sering aku menjumpainya, sampai aku kebal dan apatis terhadap bapakku sendiri. Aku memang terlihat baik-baik saja di depannya. Kalau memang cara didikan dia seperti itu, seharusnya dia juga tau sudah menanam apa di diriku ini. Maaf, aku sama sekali tidak respek sama bapakku sendiri. Dan maaf, telingaku tuli dengan nasihat-nasihat standart kalian yang sebagian besar berkomentar kalau bapak ku itu benar dan ini cuma sekedar kenakalan remajaku saja. Hey, sebentar! Apa aku pernah nakal? Aku, anak gadis yang taat aturan. Bandel sedikit kupikir lumrah.
Dengan begini bagaimana bisa bapakku mendapat respon yang baik dari anaknya sendiri jika telingaku masih sering mendengar kata yang seharusnya tak penah ku dengar. Biaya sekolah, tempat tinggal geratis dan segala fasilitas yang menunjang keseharianku. Aku tak penah meminta ini semua. Bukankah ini sudah menjadi kewajiban seorang bapak,salah sendiri membuahi sel telur ibu ku dan menjadikanku seperti ini. Bapakku hanya kurang beruntung mendidik gadis manis nya seperti itu. Tuhan, apa aku boleh tidak suka dengan bapakku?
Friday, December 23, 2011
Pohon Natal Mungil Di Ujung Kamar
Sehari sebelum malam natal aku mendapat bingkisan dari seorang sahabat. Kado natal yang dari dulu aku idamkan akhirnya sekarang kesampaian ada di ujung kamar. Aku punya teman ngobrol baru. Kamarku jadi terlihat lebih segar dengan warna hijau. Dan lebih menarik dengan patung-patung yang mengelilingi cemara plastik ini. Kupikir untuk memiliki kandang domba di dalam kamar taun ini hanya angan belaka, tapi sekarang aku sudah menyulap dan mataku sekarang punya pemandangan baru. Sahabatku ke masjid, dia solat, dia juga memberiku kado natal. Hey, perbedaan ini indah bukan? kenapa banyak orang menganggapnya sebuah ketakutan yang mengerikan? ah sudahlah. Aku punya pohon natal mini sekarang. Kamarku makin hijau, lengkap dengan bayi Yesus dan di kandang domba. Damai natal beserta kalian semua. Selamat natal :)
Thursday, December 15, 2011
Tulisan Ini Lagi
Entah kemarin ada apa, aku mandul akan aksara. Disetubuhi rasa malas tiap malam. Segelas inspirasi tak juga kutemui. Pun dengan imajinasi yang makin kaku seperti rambut anak-anak punk yang diberi lem kayu. Rasanya aneh, tumpukan buku dan novel hasil barter pun tak kunjung ku telan. Padahal aku tau aku sedang lapar, tapi mual. Begitu banyak isi kepala yang ingin keluar dan aku bingung harus memulainya darimana, dariapa dan bagaimana. Bahkan aku juga lupa bagaimana cara menulis yang baik, yang tidak membosankan. Cukup diriku saja yang membosankan, tulisan ini jangan. Karena hanya dengan media seperti ini aku bisa mencuri perhatian banyak orang, salah satunya kamu. Iya. Kamu yang sedang membaca tulisan yang keluar dari otak butut ini.
Awalnya kupikir aku akan menjadi seorang yang introvert. Karena aku selalu memilih untuk diam daripada menceritakan ceritaku. Alasannya cuma satu, aku takut. Aku takut ceritaku terdengar membosankan di telinga pendengar. Tapi yang lebih menakutkan lagi, aku takut hanya ada kata sabar yang keluar dari mulut pendengar. Walau sejujurnya aku kan merasa jauh lebih ringan setelah membagi cerita-cerita itu. aku adalah sebuah toko yang menjual rasa kepercayaan dengan harga yang paling mahal. atau bahkan tidak menjual souvenir dengan merk percaya itu. ku pikir brand terkenal di dunia masih kalah mahal dengan percaya yang kujual di toko ku ini.
Ini adalah anak pertama ku di bulan terakhir pada ujung tahun 2011. Desember. Bukan bulan ulang tahunku, tetapi selalu yang kutunggu. Dimana aku pertama kali mengenal apa itu setia, suka, duka dan kuburan luka yang lupa pernah menganga. Bahkan Efek Rumah Kaca, trio jenius, juga punya sepotong lirik yang nikmatnya sama dengan sepotong strawberry cake yang kutemui di kota kembang beberapa waktu lalu. Begini katanya, “menanti seperti pelangi setia menunggu hujan reda … aku selalu suka sehabis hujan di bulan Desember…” sejak pertama kali telingaku mengenal lagu ini sampe sekarang, pun saat jari-jariku menari diatas keyboard, selalu ada yang keluar dari mataku. Aku lebih suka menyebutnya air terjun. Ya, ada air terjun yang begitu deras seiring diputarnya lagu tsb. Ku pikir Cholil terlalu melankolia saat menulis lirik itu. atau mungkin hanya sekedar sugesti dari cerita lalu yang pernah terjadi. Bisa jadi aku terjebak suram yang makin kelam makin tertuju pada kebahagiaan. Yeah, setengah perjalanan bulan ini sudah lewat dengan kilat. Dan aku? Aku masih gini-gini aja menjalani hidup. Dengan ego yang tak penah bijak, dengan dahan kepala yang rapuh, dengan ranting yang lapuk, dengan hati yang tertutup abu. Dan dengan orgasme otak yang semakin kadang-kadang-aja.
Hahahaha aku memang lebih banyak menghabiskan waktu dengan hujan-hujanan, makan es krim, minum teh, memburu berbagai makanan daripada menulis tentang perasaan. Oh iya, aku juga sedang berjalan menuju ruang terang, rasanya seperti ada yang menuntunku, walau aku juga masih ragu.
Awalnya kupikir aku akan menjadi seorang yang introvert. Karena aku selalu memilih untuk diam daripada menceritakan ceritaku. Alasannya cuma satu, aku takut. Aku takut ceritaku terdengar membosankan di telinga pendengar. Tapi yang lebih menakutkan lagi, aku takut hanya ada kata sabar yang keluar dari mulut pendengar. Walau sejujurnya aku kan merasa jauh lebih ringan setelah membagi cerita-cerita itu. aku adalah sebuah toko yang menjual rasa kepercayaan dengan harga yang paling mahal. atau bahkan tidak menjual souvenir dengan merk percaya itu. ku pikir brand terkenal di dunia masih kalah mahal dengan percaya yang kujual di toko ku ini.
Ini adalah anak pertama ku di bulan terakhir pada ujung tahun 2011. Desember. Bukan bulan ulang tahunku, tetapi selalu yang kutunggu. Dimana aku pertama kali mengenal apa itu setia, suka, duka dan kuburan luka yang lupa pernah menganga. Bahkan Efek Rumah Kaca, trio jenius, juga punya sepotong lirik yang nikmatnya sama dengan sepotong strawberry cake yang kutemui di kota kembang beberapa waktu lalu. Begini katanya, “menanti seperti pelangi setia menunggu hujan reda … aku selalu suka sehabis hujan di bulan Desember…” sejak pertama kali telingaku mengenal lagu ini sampe sekarang, pun saat jari-jariku menari diatas keyboard, selalu ada yang keluar dari mataku. Aku lebih suka menyebutnya air terjun. Ya, ada air terjun yang begitu deras seiring diputarnya lagu tsb. Ku pikir Cholil terlalu melankolia saat menulis lirik itu. atau mungkin hanya sekedar sugesti dari cerita lalu yang pernah terjadi. Bisa jadi aku terjebak suram yang makin kelam makin tertuju pada kebahagiaan. Yeah, setengah perjalanan bulan ini sudah lewat dengan kilat. Dan aku? Aku masih gini-gini aja menjalani hidup. Dengan ego yang tak penah bijak, dengan dahan kepala yang rapuh, dengan ranting yang lapuk, dengan hati yang tertutup abu. Dan dengan orgasme otak yang semakin kadang-kadang-aja.
Hahahaha aku memang lebih banyak menghabiskan waktu dengan hujan-hujanan, makan es krim, minum teh, memburu berbagai makanan daripada menulis tentang perasaan. Oh iya, aku juga sedang berjalan menuju ruang terang, rasanya seperti ada yang menuntunku, walau aku juga masih ragu.
Subscribe to:
Posts (Atom)