“I
never knew just what it was bout this old coffee shop I love so much”
Hati kita pernah
sama-sama sakit. Pernah melupakan menjadi hal yang tersulit. Retak. Bahkan pecah
hingga terserak. Kau dengan lautan lukamu, aku dengan serpihan perihku. Kita
sepasang pelupuk penakar airmata yang sedang mencari pembebatnya.
Luka masa lalu membuatku begitu hati-hati mencintaimu. Aku pernah terluka begitu lara. Terjerembab ke palung penyesalan paling dalam. Perih yang kurasa pernah hingga menusuk tulang, melumpuhkan segala sendi yang menumpu asa dan harapku.
Dari situlah aku belajar mencintaimu tak hanya dengan rasa, tapi juga logika. Aku tak ingin terlena hingga lupa melihat realita. Maaf, maafkan jika aku berlaku begini. Jangan menganggap cintaku setengah-setengah, aku tak sembarangan mencintaimu. Percayalah!
Tapi akupun ingin belajar padamu. Belajar mencintaimu dengan caramu mencintaiku. Saat kau rasa cintaku terlalu sengit, ingatkan aku akan cintamu yang sederhana. Sesederhana hitungan aritmatika anak-anak TK. Dimana satu ditambah satu tak selalu jadi dua.
Sekarang, peluk
aku sebentar saja, hingga berhenti isak tangisku, hingga aku tenggelam dalam
tenang.
“I’ve
seen the waters that make your eyes shine. Now, I’m shining too”
Falling in Love at A Coffee
Shop – Landon Pigg
No comments:
Post a Comment