H for Hot
H for Handy
H for Harmonic
H for Hatred
H for Heart
H for Helpful
H for Hilarious
H for Histrion
H for Holiday
H for History
H for Hurt
H for Home
H for Hopeful
H for Heroine
H for Happiness
H for Herina
Saturday, July 30, 2011
Thursday, July 21, 2011
Surat Sederhana untuk "Lintah Penghisap Darah" di Senayan
Yth.Bapak/Ibu Anggota Dewan.
Dimana pun Anda berada (di gedung kura-kura tengkurap, di mobil berpajak ratusan juta, di toko brand terkemuka, di rumah dinas seharga miliaran rupiah, di tempat ibadah. Dimanapun Tuhan menangkap setiap bayangan kalian).
Saya hanya ingin minta tolong dan bertanya pada Anda sekalian. Tolong lihat kami rakyat dibawah garis miskin yang juga ingin merasakan bangku pendidikan tapi tak bisa lantaran biaya yang selangit itu. Rakyat telanjang pendidikan yang diperbodoh di negeri sendiri.
Setahun yang lalu, dimana Anda dan serombongan manusia berjas rapi bersepatu mengkilat dilantik, disumpah serapah di bawah kitab suci di Istana termewah di negeri manusia bertopeng ini. Berjalan dengan angkuhnya, bergelimangan tahta dan tidak lupa mengumbar janji di podium eksklusif itu. Salah satu janji yang masih saya ingat sampai sekarang adalah “pendidikan murah untuk kalian yang kurang mampu!”
Bahkan dengan bangga dan yakinnya kalian mengaku sebagai penyambung lidah rakyat. Kalian, manusia(yang mengaku) terpilih diberi amanat oleh kami untuk mengemban kebajikan. Dimana janji sekolah murah untuk kaum tak kasat mata yang jauh dari dewa keadilan?
Kenapa lama-lama sekolah itu seperti pelacur? Harus membayar mahal dulu baru bisa mendapatkannya. Dan dimana biaya operasional sebanyak 2 triliun rupiah yang katanya untuk pendidikan itu?
Percuma kalian punya Undang-Undang, telan saja dengan hasrat yang tak punya rasa kemanusiaan. Kami butuh buku, bukan butuh uang. Kami butuh pengajaran, bukan penghajaran atas hak kami. Buku-buku bata-bata. Bahasa indonesia, bahasa jari-jari baja. kata-kata sudah tak ada lagi maknanya. lidah-lidah kami dipenjara. Kalimat-kalimat kami disekap dalam ruang kedap suara. Kini kami beratapkan awan mendung. Dan kalian mengepulkan asap hitam masa depan kami, juga bangsa ini.
Selamat malam para lintah darat. Semoga kalian dikutuk tujuh turunan.
Dimana pun Anda berada (di gedung kura-kura tengkurap, di mobil berpajak ratusan juta, di toko brand terkemuka, di rumah dinas seharga miliaran rupiah, di tempat ibadah. Dimanapun Tuhan menangkap setiap bayangan kalian).
Saya hanya ingin minta tolong dan bertanya pada Anda sekalian. Tolong lihat kami rakyat dibawah garis miskin yang juga ingin merasakan bangku pendidikan tapi tak bisa lantaran biaya yang selangit itu. Rakyat telanjang pendidikan yang diperbodoh di negeri sendiri.
Setahun yang lalu, dimana Anda dan serombongan manusia berjas rapi bersepatu mengkilat dilantik, disumpah serapah di bawah kitab suci di Istana termewah di negeri manusia bertopeng ini. Berjalan dengan angkuhnya, bergelimangan tahta dan tidak lupa mengumbar janji di podium eksklusif itu. Salah satu janji yang masih saya ingat sampai sekarang adalah “pendidikan murah untuk kalian yang kurang mampu!”
Bahkan dengan bangga dan yakinnya kalian mengaku sebagai penyambung lidah rakyat. Kalian, manusia(yang mengaku) terpilih diberi amanat oleh kami untuk mengemban kebajikan. Dimana janji sekolah murah untuk kaum tak kasat mata yang jauh dari dewa keadilan?
Kenapa lama-lama sekolah itu seperti pelacur? Harus membayar mahal dulu baru bisa mendapatkannya. Dan dimana biaya operasional sebanyak 2 triliun rupiah yang katanya untuk pendidikan itu?
Percuma kalian punya Undang-Undang, telan saja dengan hasrat yang tak punya rasa kemanusiaan. Kami butuh buku, bukan butuh uang. Kami butuh pengajaran, bukan penghajaran atas hak kami. Buku-buku bata-bata. Bahasa indonesia, bahasa jari-jari baja. kata-kata sudah tak ada lagi maknanya. lidah-lidah kami dipenjara. Kalimat-kalimat kami disekap dalam ruang kedap suara. Kini kami beratapkan awan mendung. Dan kalian mengepulkan asap hitam masa depan kami, juga bangsa ini.
Selamat malam para lintah darat. Semoga kalian dikutuk tujuh turunan.
Wednesday, July 20, 2011
Sekaleng Getir
Apa lagi yang mau diceritakan? Sepetak ruang hampa di hatiku? Selembar kelam masa laluku? Sekaleng getir yang memabukkanku? Tuhan dan kalian juga tahu aku orang yang menyedihkan. Tidak perlu banjir air mata untuk membuktikan itu. Empati yang mengalir deras ke hulu sungai ku semakin membuatku yakin, aku sedang mengadakan perjamuan penuh belas kasihan.
Derita tentang rasa kehilangan selalu rasa sakit yang meyambar. Menyerang saraf kepala, mengorek nadi. Ah, bukankah ini istimewanya menjadi kenangan selalu mudah untuk diingat. Ya, inilah efek dari mengenangmu dengan fermentasi yang sempurna. Melalui pasteurisasi untuk menghilangkan kuman dan bakteri dihidupku. Kuman yg menjadikanku sampah dan bakteri yg menjadikanku terhina. Aku hanya punya harga diri yang tersimpan dalam botol dan kaleng. Aku menjaganya agar tidak menguap karena akan mengurangi rasa khas diriku.
Karena aku adalah sekaleng getir yang dapat menyembuhkan beberapa masalah kesehatan hatimu, namun bila tidak mempan, tidak apa-apa karena kamu boleh minum sepuasnya untuk melupakan permasalahan hatimu. Rasa getirku bisa dinikmati, rasanya sama dengan getir hidupmu, sayang.
Derita tentang rasa kehilangan selalu rasa sakit yang meyambar. Menyerang saraf kepala, mengorek nadi. Ah, bukankah ini istimewanya menjadi kenangan selalu mudah untuk diingat. Ya, inilah efek dari mengenangmu dengan fermentasi yang sempurna. Melalui pasteurisasi untuk menghilangkan kuman dan bakteri dihidupku. Kuman yg menjadikanku sampah dan bakteri yg menjadikanku terhina. Aku hanya punya harga diri yang tersimpan dalam botol dan kaleng. Aku menjaganya agar tidak menguap karena akan mengurangi rasa khas diriku.
Karena aku adalah sekaleng getir yang dapat menyembuhkan beberapa masalah kesehatan hatimu, namun bila tidak mempan, tidak apa-apa karena kamu boleh minum sepuasnya untuk melupakan permasalahan hatimu. Rasa getirku bisa dinikmati, rasanya sama dengan getir hidupmu, sayang.
Tuesday, July 19, 2011
Merayakan Sepi
Sudah aku rasakan hampa kamarku
Juga merasakan angin yang menjanjikan kedamaian di sela tembok
Dengan secangkir teh hangat aku menemui tenang
Bermodal pensil kayu dan selembar kertas aku mengundangmu
Di sini, di kamar ini sedang ada perayaan besar
Aku duduk bersama rindu dan kehilangan
Bercerita tentang sahabat lama yang kelam
Yang membawaku jauh ke dalam larutnya malam
Aku menikmatinya tanpa alunan nada
Kekosongan ruanganku punya daya magis
Menyelamatkan ku dengan dramatis
Dan aku terjebak pada akhir yang tragis
Di kamar ini, aku dan rindu sedang merayakan sepi
Juga merasakan angin yang menjanjikan kedamaian di sela tembok
Dengan secangkir teh hangat aku menemui tenang
Bermodal pensil kayu dan selembar kertas aku mengundangmu
Di sini, di kamar ini sedang ada perayaan besar
Aku duduk bersama rindu dan kehilangan
Bercerita tentang sahabat lama yang kelam
Yang membawaku jauh ke dalam larutnya malam
Aku menikmatinya tanpa alunan nada
Kekosongan ruanganku punya daya magis
Menyelamatkan ku dengan dramatis
Dan aku terjebak pada akhir yang tragis
Di kamar ini, aku dan rindu sedang merayakan sepi
Subscribe to:
Posts (Atom)