Bagi pelaku bom bunuh diri ia merasa bersyukur, betapa ia telah lama mengetahui kematiannya sendiri. hingga bisa mempersiapkan segalanya tanpa harus tergesa-gesa. Ia menyisir rambutnya, mengoles minyak rambut agar terlihat klimis. mencukur kumis nya dan memakai kopyah putih sebagai penutup kepala. Tampak berbeda di hari Jumat ini. Sarungnya pun baru, sedikit deodoran dioleskan pada ketiaknya. Dengan pelan ia menggosok pangkal deodoran itu. Tujuannya cuma satu, ia tak ingin wangi yang berlebihan. Ini akan menjadi kematian yang menggembirakan, batinnya. Sungguh ia merasa beruntung bisa menikmati sisa hidupnya seperti ini. Tak perlu repot-repot mempersiapkan tali dan menggantung diri. Tak perlu berdiri diatas rel saat penguasa rel itu melaju dengan ganasnya. Tak perlu menabrakan dirinya pada mobil mewah yang berlalu-lalang di atas aspal. Dan ia tak perlu dokter ahli forensik untuk memeriksa mayatnya setelah ia mati nanti. Ia tak perlu mati lantaran usia tua atau penyakit kritis yang menyiksa bertahun-tahun lamanya.
Tinggal menyiapkan bom yang sudah dirakit jauh-jauh hari dan meledakannya di tempat ibadah yang penuh umat. Kemudian membiarkan maut bersejingkat mendekatinya perlahan.
Tepat akan dilaksanakan ibadah sholat Jumat, bom itu meledak dengan sadisnya. Baginya ledakan bom itu adalah jalan menuju surga. Atas dasar menuhankan atasannya ia percaya akan diterima di surga. Surga baginya Neraka bagi kita. Tapi menurutnya, kematian seperti ini adalah kematian ter-sexy yang bisa dirancang sendiri dan melambungkan namanya.
Ingin sekali kutanyakan padanya. Atas dasar apa kematian seperti itu mendapatkan surga.
nice post dek herina...
ReplyDeletenice comment, mas ian :D
ReplyDelete